SELAMAT BERSELANCAR BLOGGING asyik_gr1

Selasa, 15 Februari 2011

‘Wisata Emoh, Penata Monggo’


16.42 |

Kendati sudah tidak ada gejolak, namun para nelayan tidak serta merta dapat menerimanya. Terbukti hampir semua nelayan warga Lumpur dan Kroman yang dimintai tanggapannya mengaku masih belum bisa menerima konsep Pantai Lumpur didesain sebagai wisata.

"Bagi kami, kalau ditata monggo (silahkan, red). Tetapi kalau disulap sebagai tempat wisata kami emoh (menolak, red)," terang Ketua Paguyuban Nelanan Balai Purbo, Mahmudin, beberapa waktu lalu.

Penolakan itu dinilai wajar. Pasalnya, saat ini yang terekam di benak para nelayan maupun toko masyarakat Lumpur dan Kroman, bila Pantai Lumpur disulap menjadi tempat wisata identik dengan melokalisir sebagai tempat mesum, seperti di Pantai Kenjeran maupun pantai-pantai lain. Selain itu, mereka juga khawatir tradisi melaut yang sudah turun-temurun akan terkikis.

"Bukan hanya para nelayan yang khawatir, kami pun para pemuda sudah curiga. Jangan-jangan dengan menambah bangunan baru berkedok sebagai tempat wisata. Nanti kalau sudah mangkrak akan menjadi mangkalnya truk pengangkut dari dan ke pelabuhan," kata Zamroni, tokoh pemuda Kelurahan Lumpur.

Kekhawatiran Mahmudin maupun Zamroni memang berlasan. Makanya, Nizam Zuhri Khafid, salah satu tokoh masyarakat Gresik, menyarankan supaya perubahan fungsi atas penataan Pantai Lumpur kesemunya dikembalikan ke masyarakat sekitar. Artinya, pembangunan itu dilakukan demi peningkatan perekonomian masyarakat Lumpur dan Kroman.

"Ya, kalau memang dipakai untuk wisata kuliner, pemilik stannya dalah warga Lumpur dan Kroman. Bukan warga pendatang. Percuma kalau pendatang," usul mantan Pembantu Rektor I Universitas Muhammadiyah Gresik itu.

Lebih ekstrem lagi disampaikan Hendrik Umardi Luhung. Sebagai seorang seniman yangkerap vokal dengan konsep pembanguann Gresik, Hendrik tidak keberatan dengan konsep perubahan Pantai Lumpur. Tetapi, dia hanya minta supaya dilakukan perubahan total kawasan. Artinya, perubahan itu bukan hanya di kawasan pantai, juga diikuti perubahan penataan kawasan.

"Pemerintah bisa tidak mengembalikan fungsinya. Pelabuhan yang menutup kawasan Pantai Lumpur dialihkan. Sebab, selama ini yang membuat kumuh Lumpur adalah tertutupnya pantai akibat diapit dua pelabuhan," katanya.

Bila itu bisa dilakukan pemkab, lanjut luluasan Fakultas Satra Universitas Jember tersebut, maka dirinya optimis komsek penataan bukan hanya mimpi. Tetapi menjadi terealisasi. Teralisasi, kata Hendrik, karena penataan itu tidak hanya berjalan di tahun pertama dan kedua, namun bisa berkelanjutan. Sebab, kalau tidak dilakukan penataan kawasan, proyek penataan Pantai Lumpur akan terancam mangkrak.

"Ingat, wisata kuliner atau apalah namanya. Bagi para pendatang rasa aman, nyaman dan asri adalah utama. sedangkan di Pantai Lumpur saat ini kumuh, bau busuk dan kemanannya juga masih patut dipertnayakan. Karena jangan salah jalan lintas, RE Martadinata adalah lalu lalang truk. Dan itu bagi pengunung kurang nyaman," kata Hendrik mengurai kondisi Pantai Lumpur saat ini.(ashadi ik/SINDO)





You Might Also Like :


0 komentar:

Posting Komentar