SELAMAT BERSELANCAR BLOGGING asyik_gr1

Selasa, 15 Februari 2011

Mimpi Mengikis Kekumuhan Pantai Lumpur


16.35 |

Pantai Lumpur berada di jalur lingkar utara Kota Gresik, Jalan RE Martadinata. Tepatnya di pesisir Kelurahan Lumpur dan Kroman. Sebagai jalur alternatif menuju ke Pelabuhan Gresik. Juga lokasinya dekat dengan Pasar Kota hanya 1 kilometer serta alun-alun maupun Pendopo Kabupaten Gresik yaitu sekitar 1,5 kilometer.

Sebagai kawasan jantung kota, tentunya Pantai Lumpur cukup strategis dikembangkan. Strategis karena, Gresik minim fasilitas arena hiburan. Juga dinilai sebagai lokasi yang 'paling layak' untuk mewujudkan mimpi Pemerintahan Gresik mengembalikan fungsi sebagai pintu masuk kawasan Indonesia Timur yang pernah diwujudkan Nyi Ageng Pinatih.

Yang mana, saat itu, Nyi Ageng Pinatih mampu menjadikan kawasan pantai Gresik sebagai syahbandar, keluar masuk pedagang mancanegara. Sejarh mencatat, lokasinya diperkirakan berada di kisaran antara Pelabuhan Gresik hingga Kali Mireng di Kecamatan Manyar. Karena memang saat itu hamparan Gresik Utara langsung berbatasan dengan laut.

Seiring perkembangan peradaban, pelan dan pasti kawasan pantai Gresik Utara bergeser fungsi. Pergeseran itu disebabkan terjadinya reklamasi. Reklamasi untuk industri hingga reklamasi untuk pemenuhan kebutuhan tempat tinggal para pendatang Gresik.

Termasuk di kawasan Pantai Lumpur terjadi perubahan yang luar bisa. Selain sudah berdiri beberapa bangunan mega pabrik, juga ada pelabuhan. Bahkan, diperkirakan sampai saat ini total ada sekitar 10-12 pelabuhan. Termasuk terbaru dioperasikannya Pelabuhan Curah PT Gresik Jasa Tama (GJT), tempat bongkar muat batu bara.

Karena perubahan itulah, Pantai Lumpur yang menghampar dari Keluarajan Kroman hingga Kelurahan Lumpur dengan panjang 1.300 meter, berubah. Sudah menjorok mendekati pelabuhan PT Petrokimia Gresik dan Pelabuhan Curah PT Gresik Jasa Tama (GJT). Sirkulasi air saat ombak terjadi tidak lagi ada. Sampah pun kerap menyembul di permukaan.

"Pantai Lumpur jadi kotor, bau dan tidak steril," ujar Zamroni, 45, tokoh pemuda Keluarakan Lumpur.

Memang, Pantai Lumpur yang dahulunya masih terlihat hamparan pasir. Terlihat pula perahu nelayan bergerak indah mengikuti ombak. Namun, kesemuanya itu tinggal cerita. Pantai Lumpur yang sekarang penuh lumpur, berserakan sampah hingga menimbuhkan bau yang kurang sedap. Hal itu diperparah dengan berdirinya puluhan bangunan liar (bangli).

Kekumuhan itu terjadi banyak faktor. Selain faktor karakteriktik masyarakat sekitar, juga karena berdirinya industri. Bahkan, berdirinya Pelabuhan PT PG maupun PT GJT dinilai Hendrik Umardi Luhung, seniman Gresik yang tinggal di Jalan Sindujoyo Kelurahan Lumpur, ikut berperan menciptakan kekumuhan tersebut.

"Jadinya air laut tidak bebas. Kontur tanah pantai pun berubah. Berupa penuh sampah, tinja hingga barang kotor lain yang membuat kian beraromah bau busuknya," sindirnya.

Untung masih ada yang tersisa, hingga karakter Pantai Lumpur tetap ada. Pemandangan ratusan hingga ribuan deretan perahu nelayan warga Lumpur dan Kroman. Kemudian berdirinya lima bale, tempat mangkalnya para nelayan datang dan hendak melaut. Kelima bale tersebut, Bale Kambang atau Gede, Bale Purbo, Bale Cilik dan Bale Pesusuan serta satu bale milik nelayan Kroman yaitu Bale Keling.

Berangkat dari sejarah Nyi Ageng Pinatih dan didasari hasil studi banding ke beberapa kawasan, Badan Perencanaan Pembangunan daerah (Bappeda) membuat konsep berusaha mengembalikan fungsinya. Yaitu sebagai terminal nelayan serta mengembangkan konsep wisata kuliner dengan menawarkan berbagai produk warga Lumpur dan Kroman yang berbahan dasar ikan hasil tangkapan di laut.

Dengan estimasi Rp18 miliar hingga Rp20 miliar, Pantai Lumpur supaya dapat disulap menjadi seperti Ancol di Jakarta dengan sedikit mengadopsi Pantai Kenjeran dengan mengedepankan sebagai pusat penjualan warga Lumpur dan sekitarnya. Dinas Pekerjaan Umum (DPU) menjadi leading sector untuk mewujudkan hal itu.

"Mulanya kami ingin merubah, supaya kawasan Pantai Lumpur tidak kumuh," ujar Tugas Husni Syarwanto, Kepala DPU Gresik.

Pada tahun pertama, APBD 2007 dianggarkan Rp3,2 miliar. Karena menggunakan pola multiyears, APBD 2008 menganggarkan Rp5 miliar. Namun, rencana itu berantakan. Kendati studi kelayakan (feasibility study) sudah dilakukan, ternyata ratusan nelayan Lumpur dan Kroman merasa tidak dilibatkan. Mereka pun menolak rencana itu, karena mereka menilai tradisi melaut akan dipinggirkan. Puncaknya, sosialisasi oleh Sekda Husnul Khuluq di Bale Purbo ditinggalkan para nelayan.

Penolakan itulah yang kemudian menjadi evaluasi eksekutif. Salah satu yang dirubah, kata Tugas Husni Syarwanto adalah pola pendekatan ke warga. Bukan lagi pola sosialisasi bersama-sama, tetapi melakukan pendekatan dengan pola penyadaran dengan mengajak semua nelayan berdiskusi menyamakan persepsi.

"Hasilnya cukup berhasil," katanya.

Di APBD 2009 pun dianggrakan Rp7 miliar dan bahkan di APBD 2010 yang baru saja didok dianggarkan Rp1,4 miliar. Dana sebesar itu dipakai untuk pembangunan bale, pengurukan hingga lokasi peristirahan para nelayan. Juga direncanakan ada jogging track dan arena untuk arena wisata kuliner. Pembangunan tetap berjalan dan gejolak pun dapat diminimalisir.

"Kami harapkan tidak ada gejolak. Sebab, apa yang kami lakukan untuk kepentingan masyarakar Lumpur dan Kroman khususnya dan umumnya warga Gresik kota," tegas Tugas Husni Syarwanto optimis.(ashadi ik/SINDO)


You Might Also Like :


0 komentar:

Posting Komentar